Selasa, 17 Juni 2008

Denting Piano

"Hari ini cukup sampai disini, ingat-ingat yang tadi sudah dilatih" pesan Bu Dewi, Guru Kesenian. Murid-murid hanya mengangguk. Mereka bergegas membereskan barang-barang dan berjalan keluar aula sekolah. Bu Dewi sendiri beserta dengan Asih, Mila dan Niko masih membicarakan beberapa hal. Ruang aula terasa terlalu besar untuk menampung mereka.

Aula sekolah terletak di lantai paling atas gedung sekolah. Dilengkapi dengan fasilitas full AC, peralatan musik lengkap , panggung dan kursi-kursi yang selalu tertata rapi. Tampak Ibu Dewi dan murid-murid yang tersisa berkumpul di panggung sebelah kanan. Mereka masih membahas mengenai drama yang akan dibawakan untuk merayakan ulang tahun sekolah.

"Jadi , kamu , Herman, Toni dan Cindy akan menempati baris belakang" kata Bu Dewi kepada Niko sambil berjalan di panggung. "Kemudian pemain piano memainkan lagu pertama" Bu Dewi menunjuk ke arah piano hitam di sudut kiri panggung. "Setelah lagu pertama selesai, kelompok dua segera masuk, jangan telat" , Bu Dewi menatap Mila, pemimpin kelompok dua.

Ting! Terdengar bunyi piano. Sebuah nada tinggi. Asih, Mila dan Niko melihat ke arah piano, Bu Dewi memutar tubuhnya , juga melihat ke arah piano. "Kaget" kata Asih pelan. Mila dan Niko terdiam. Bu Dewi tampak berusaha tenang dan melanjutkan pembicaraan. Ia terus memberikan pengarahan. Baik Asik, Mila maupun Niko tampak melupakan sejenak kejadian barusan.

Ting! sekali lagi sebuah nada tinggi terdengar dari arah piano. "Bu" kata Mila dengan wajah ketakutan. Niko dan Asih pun tampak terkejut. Bu Dewi terlihat menarik nafas panjang, ia kemudian menatap ke arah piano. Ya kejadian tiga hari yang lalu sudah cukup menghebohkan sekolah, dan tentunya masih menghantui seluruh penghuni sekolah baik guru maupun murid.

Suasana sunyi menyergap. Semua yang berada di aula tampak terdiam.
Ting! terdengar nada yang sama. Mereka semua melihat tidak ada seorangpun di dekat piano hitam. Asih menggenggam erat lengan Mila. Niko dapat merasakan jantungnya berdetak kencang, ia hanya menunggu reaksi Bu Dewi, satu-satunya orang yang menurutnya dapat diandalkan dalam situasi seperti ini. Bu Dewi sendiri, di usianya yang sudah lebih dari kepala tiga tampak gugup.

"Baiklah kita pulang" kata Bu Dewi memecah keheningan. Terburu-buru mereka membereskan barang-barang dan segera bergegas keluar aula. Peralatan-peralatan yang ada mereka tinggalkan, merekah tergesa-gesa membawa barang-barang masing-masing. Ting! entah sadar atau tidak dentingan piano masih terdengar ketika mereka berjalan keluar. Semua wajah tampak tegang.

Niko yang terlebih dahulu keluar ruangan segera menuruni tangga , disusul oleh yang lain. Di lantai 2 mereka melihat beberapa anak sedang bercanda setelah mengikuti kegiatan futsal. Tampak juga Pak Robby, guru olahraga. Rombongan Bu Dewi tampak bisa bernafas lega. Asih dan Mila segera duduk di kursi di depan ruang kelas 1. Mereka masih merasakan ketakutan.

"Pada abis ngapain?" tanya Kris, salah satu murid futsal. Niko melihat ke arah Bu Dewi yang tampak sedang berbicara dengan Pak Robby. Ia lalu menceritakan kejadian di ruang aula. Anak-anak segera berkumpul mendekati Niko. Keramaian tercipta seketika. Asih dan Mila pun tampak dihujani berbagai pertanyaan.

"Gimana nih?" tanya Bu Dewi. "Ya sudahlah nanti kita sampaikan di rapat aja, makin aneh" kata Pak Robby.

Tidak ada komentar: